Le Pen Bantah Gelapkan Dana Parlemen Eropa 

Paris — Pemimpin sayap kanan Prancis Marine Le Pen membantah telah melanggar peraturan apapun saat ia dan partai Rally Nasionalnya serta dua puluhan orang lainnya diadili pada hari Senin (30/9). Ia dan partainya dituduh menggelapkan dana Parlemen Eropa, dalam sebuah kasus yang berpotensi menggagalkan ambisi politiknya. Sesampainya di pengadilan di Paris, Le Pen mengatakan bahwa ia tetap percaya diri karena “kami tidak melanggar peraturan politik dan peraturan Parlemen Eropa” dan bertekad untuk memberikan argumen yang “sangat serius dan sangat kuat kepada para hakim.” Le Pen dan anggota National Rally lainnya dengan santai menyapa satu sama lain sebelum duduk di tiga baris pertama ruang sidang yang penuh sesak. Sidang selama sembilan minggu ini akan diawasi dengan ketat oleh saingan politik Le Pen karena ia adalah pesaing kuat dalam persaingan untuk menggantikan Emmanuel Macron saat pemilihan presiden berikutnya berlangsung pada tahun 2027. Sidang ini terjadi ketika pemerintahan baru yang didominasi oleh kelompok sentris dan konservatif baru saja dilantik setelah pemilihan legislatif pada bulan Juni-Juli. Beberapa pengamat memperkirakan bahwa sidang tersebut dapat mencegah anggota parlemen National Rally, termasuk Le Pen sendiri, untuk sepenuhnya memainkan peran oposisi di Parlemen karena mereka akan sibuk berfokus pada upaya membela partainya. Sejak mengundurkan diri sebagai pemimpin partai tiga tahun lalu, Le Pen berusaha memposisikan dirinya sebagai kandidat arus utama yang mampu menarik pemilih yang lebih luas. Usahanya telah membuahkan hasil, dengan partai ini meraih kemenangan signifikan dalam pemilihan umum baru-baru ini di tingkat Eropa dan nasional. Namun, vonis bersalah dapat secara serius merusak upayanya untuk merebut jabatan kepresidenan di Elysee. National Rally dan 27 pejabat tingginya dituduh telah menggunakan uang yang diperuntukkan bagi para ajudan parlemen Uni Eropa guna membayar staf yang justru melakukan pekerjaan politik untuk partai tersebut antara tahun 2004 dan 2016. Tindakan ini dianggap pelanggaran terhadap peraturan blok 27 negara tersebut. Le Pen, yang partainya telah melunakkan sikap anti-Uni Eropa dalam beberapa tahun terakhir, membantah melakukan kesalahan dan mengklaim bahwa kasus ini didorong oleh politik. “Asisten parlemen tidak bekerja untuk Parlemen. Mereka adalah asisten politik untuk pejabat terpilih, yang secara definisi adalah politik,” katanya. “Anda bertanya kepada saya apakah saya dapat mendefinisikan tugas yang saya berikan kepada asisten saya; hal ini tergantung pada keahlian masing-masing orang. Beberapa menulis pidato untuk saya, dan beberapa lainnya menangani logistik dan koordinasi.” Jika terbukti bersalah, Le Pen dan rekan-rekannya dapat menghadapi hukuman penjara hingga 10 tahun dan denda hingga $ 1,1 juta. Hukuman tambahan, seperti hilangnya hak-hak sipil atau tidak memenuhi syarat untuk mencalonkan diri, juga dapat dijatuhkan. Skenario ini dapat menghambat, atau bahkan menghancurkan, tujuan Le Pen untuk mencalonkan diri sabagai presiden berikutnya setelah masa jabatan Macron berakhir. [my/ab]