Berniat Bangun Pelabuhan Antariksa Canggih, Indonesia Hadapi Kendala

Jakarta (VOA) — Indonesia bermaksud meluncurkan 19 satelit ke orbit rendah Bumi tahun depan, bagian dari rencana ambisius pemerintah untuk membawa Indonesia ke garis depan industri antariksa dunia yang sedang berkembang dan mengurangi ketergantungan data satelitnya pada negara lain. Program dalam skala yang lebih luas, yang dikenal sebagai peta antariksa 2045, akan dimulai tahun depan. Para pejabat berharap untuk meningkatkan ekonomi dan mendorong investasi asing langsung dengan memanfaatkan lokasi geografis Indonesia yang unik sebagai titik peluncuran yang hemat bahan bakar dan dekat ekuator untuk perjalanan dan penelitian antariksa. Meskipun peluncuran satelit akan mendukung sektor ekonomi utama seperti pertanian dan pertambangan dengan teknologi penginderaan jarak jauh untuk melacak pola cuaca, emisi pertambangan, dan daerah kaya mineral, rencana jangka panjang pemerintah mencakup pengembangan pelabuhan antariksa terdepan guna mengurangi ketergantungan pada lokasi peluncuran asing. Namun menurut pejabat di Badan Riset dan Inovasi Nasional Indonesia (BRIN), masih belum ada konfirmasi perusahaan atau lembaga pemerintah mana yang akan bertanggung jawab atas serangkaian peluncuran (satelit) yang direncanakan pada 2025. "Kendala utamanya adalah perencanaan keuangan pemerintah dan pemotongan anggaran (APBN). Kami juga tidak dapat menarik mitra investasi asing untuk bergabung dalam pengembangan pelabuhan antariksa karena teknologinya tinggi dan biayanya mahal," kata peneliti BRIN Thomas Djamalludin. Starlink, SpaceX, dan Elon Musk Pemerintah telah mengandalkan SpaceX milik Elon Musk untuk meluncurkan satelitnya dari Cape Canaveral, Florida, sejak 2019, dan pengusaha miliarder itu bulan lalu meluncurkan layanan internet via satelit "Starlink" langsung dari Bali. Presiden Joko Widodo telah berulang kali mengundang Musk untuk menggunakan Pulau Biak di provinsi Papua sebagai lokasi peluncuran utama Starlink. Rencana Jokowi itu telah menuai kemarahan dari penduduk setempat yang mengatakan bahwa pengembangan pulau itu sebagai pelabuhan antariksa akan menghancurkan ekologinya yang rapuh. Meskipun Biak memiliki landasan udara, pangkalan militer, pelabuhan laut dalam, dan stasiun darat, lahan milik pemerintah seluas 500 hektar (1,9 mil persegi) yang cocok untuk pelabuhan antariksa tersebut akan membutuhkan investasi asing untuk menutupi biaya awal sebesar $613 juta yang dibutuhkan untuk membangun tahap awal proyek tersebut. Total biaya bergantung pada fasilitas tambahan apa yang ingin dibangun oleh investor di pelabuhan antariksa tersebut. Luhut Pandjaitan, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Indonesia, mengatakan bahwa Starlink sedang mempertimbangkan tawaran tersebut, tetapi belum ada rencana langsung untuk berkolaborasi. Menurut Djamalludin dari BRIN, China, yang telah mendominasi pasar 5G Indonesia dan berada di jalur yang tepat untuk menjadi investor asing terbesar di Indonesia, telah menyatakan minatnya. Namun, peluncuran roket yang dahsyat pada April 2020 yang menghancurkan satelit Nusantara-2 senilai $220 juta milik Indonesia telah memperumit hubungan Jakarta dengan China Great Wall Industry Corporation, sebuah badan usaha milik negara (BUMN) China. Sejak insiden itu, Beijing telah mengurangi minat (finansial)-nya, dengan menyatakan bahwa lokasi Biak terlalu jauh, sementara pemerintah telah menggandakan upayanya dalam merayu SpaceX untuk peluncuran satelitnya mendatang. Indonesia menganggap perusahaan AS tersebut lebih dapat diandalkan, menawarkan lebih banyak slot waktu, dan roket yang dapat digunakan kembali dengan harga yang lebih murah. Direktur promosi investasi Indonesia di Badan Koordinasi Penanaman Modal, Saribua Siahaan, mengatakan kepada VOA bahwa Jakarta terus menawarkan insentif finansial, bersama dengan proses perizinan investasi yang mudah bagi terjalinnya kemitraan publik-swasta. Tak ada yang berminat pada 2023 Terakhir pada 2023 lalu, pejabat BRIN telah mempromosikan rencana pelabuhan antariksa Indonesia pada Pertemuan Pemimpin Ekonomi Antariksa G20 dan Forum Badan Antariksa Regional Asia-Pasifik. China, Rusia, Jepang, Korea Selatan, dan India diundang sebagai mitra potensial, tetapi tidak ada yang menandatangani. “Meskipun UU (No. 21, red.) tahun 2013 tentang Keantariksaan telah berlaku selama hampir satu dekade, pemerintah [Indonesia] belum menyelesaikan peraturan pelaksanaan bagi komersialisasi keantariksaan dan pengembangan pelabuhan antariksa,” kata pakar hukum keantariksaan Indonesia Ridha Aditya Nugraha dan Yaries Mahardika Putro dalam artikel opini di Jakarta Post baru-baru ini. Indonesia adalah negara pertama di ASEAN yang memberlakukan undang-undang (UU) keantariksaan nasional. UU Keantariksaan 2013 menyediakan kerangka hukum mengenai keantariksaan, dan meletakkan dasar bagi pertumbuhan industri keantariksaan. Penanaman modal asing langsung dalam kegiatan keantariksaan membawa kepastian hukum yang dapat menarik investor. Namun, dalam satu dekade terakhir, implementasi peraturan tersebut belum berhasil diwujukdn dan itu telah menyulitkan kementerian terkait untuk menjadikan Indonesia sebagai negara yang bergerak di bidang keantariksaan. “Ini harus segera diselesaikan, jika Indonesia serius menjadikan (sektor) keantariksaan sebagai pusat pendapatan dan penggerak ekonomi di masa depan,” kata artikel opini tersebut. [pp/ft]